EsaiMatur Opini

Eksistensialisme dan Ruang Terbuka Agama

Suatu Tinjuan Eksistensi dan Ruang Terbuka Beragama di Indonesia

Beragama bagi masyarakat Indonesia merupakan suatu keharusan dan dapat dikatakan sebagai kesakralan. Agama dapat dikatakan sebagai sebuah ritus yang memperlihatkan kemuliaan manusia. Dari sini yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dinamika beragama di Indonesia? bahwa sebagai masyarakat yang majemuk pasti mengalami permasalahan sosial yang cukup kompleks.

Kompleksitas risiko dari kemajemukan agama di negeri ini cukup untuk menciptakan konflik laten dalam masyarakat. Oleh karenanya ilmuwan sosial perlu memahami keragaman dan dinamika sosial yang terjadi di dalam konstruksi sosial atau kebudayaan masyarakat dalam memahami agama.

Secara jujur, budaya dan sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat kompleks menjadikan masyarakat kita dapat dikatakan sebagai masyarakat “berdarah”. Hal ini bermuara pada keberagaman sosio-religius. Maka, diperlukan transformasi sosial dalam tata kelola konflik beragama. Mungkin, akan lebih bijaksana jika terdapat saling memahami antar agama.

Dari sini kehadiran agamawan yang humanis sangatlah penting. Dengan adanya agamawan yang humanis, dapat membingkai kemajemukan agama dalam toleransi beragama. Urgensi tersebut hadir setelah berkaca pada kondisi sosial sekarang ini yang penuh dengan berbagai macam konflik sosial yang bermuara pada egoisme dalam beragama.

Egoisme dalam beragama semakin menguat tatkala masyarakat memperlihatkan wajah egoisme agama secara kuat. Mungkin akan sangat penting bila menyelaraskan praktik beragama dengan kedewasaan sosial. Kedewasaan sosial dalam hal ini adalah refleksi akan jati diri manusia sebagai makhluk beragama yang memuliakan keberagaman. Dalam hal ini keberagaman adalah menyatukan perbedaan–perbedaan agama dalam sebuah keniscayaan kebajikan.

Bila kita cermati keberagaman agama di Indonesia dengan kacamata sosiologis dapat dikatakan sebagai kekuatan yang fundamental dalam menguatkan persatuan dan kesatuan. Dalam beberapa perspektif, negosiasi sangat penting untuk menerapkan keadilan dan eksistensi beragama. Hal ini dikarenakan negosiasi akan menciptakan keterbukaan dalam praktik beragama. Praktik beragama dalam hal ini adalah  bagaimana masyarakat dapat mempraktikan kehidupan beragama secara mendalam dalam kehidupan sosial. Dari sini akan lahir keberagaman dan saling mengerti antar umat beragama di Indonesia. Dan yang terpenting adalah pemahaman akan kemajemukan sebagai kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Baca Juga  Toleransi Yang Ternoda

Pelajaran yang dapat kita petik dari kemajemukan bangsa kita adalah menghargai agama dan kepercayaan di Indonesia yang sangat beragam sebagai keniscayaan yang harus diterima dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, dari perspektif ini yang diperlukan adalah penerimaan akan keberagaman agama.

Eksistensi keberagamaan akan terwujud bila negosiasi dan ruang publik dalam keterbukaan dialog publik dapat tercapai. Dalam hal ini keterbukaan sangatlah penting dalam mewujudkan pemahaman akan keberagaman agama bagi masyarakat Indonesia. Memang diakui agak sulit untuk dilakukan terlebih di negara kita. Apalagi egosime dalam masyarakat masih sangat kuat. Dalam menegosiasikan kepentingan–kepentingan yang ada, sangat diperlukan pemahaman akan keberagaman agama sebagai sebuah bukti eksistensi manusia sebagai makhluk yang beragam termasuk dalam hal memahami dan menghormati keberagaman agama.

Mungkin, kita perlu merefleksikan kembali bahwa hakikat manusia adalah beragam dan dengan keberagaman agama, manusia akan menemukan manifestasi dari hakikat kemanusiaannya dalam memahami makna toleransi secara mendalam. Perlu diketahui masyarakat akan semakin terbuka dengan keberagaman agama bila terdapat pemahaman akan ajaran agama yang berlandaskan kemanusiaan. Bukankah agama pada hakikatnya mengajarkan kemanusiaan? Lantas sebagian orang menafsikan agama dengan kemarahan dan egoisme yang merusak citra kemanusiaan agama. Pada hakikatnya agama baik bila ditafsirkan dengan naluri kebajikan dan kebijaksanaan.

Oleh karenanya filsafat sangat diperlukan dalam hal ini guna memahami ajaran agama yang yang humanis. Tentunya penafsiran agama yang humanis memerlukan kebijaksanaan dan penafsiran secara filosofis. Dengan refleksi filosofis yang baik akan terbuka dialog perihal keberagaman agama dan penghormatan akan keberagaman agama sebagai refleksi manusia yang merupakan makhluk beragama. Tentunya ini dapat terjadi jika ada pemahaman dan rasa saling meyakini akan ajaran agama yang penuh kedamaian dan kebajikan. Maka, sangat dibutuhkan para agamawan yang dapat memahami agama dari kacamata kemanusiaan dan naluri kebijaksanaan.

Baca Juga  Doa Lintas Agama: Toleransi Kebablasan

Lalu, langkah yang terpenting adalah membuka wacana berfikir seluas–luasnya akan pemaknaan agama yang terhubung dengan dialog–dialog interaktif yang terbuka. Dengan adanya dialog interaktif yang terbuka, agama akan melahirkan bukan dogma rigid, namun sebuah refleksi kemanusiaan yang terdalam. Sebuah refleksi kebajikan yang ada dalam diri manusia. Dan ini perlu ditekankan demi kebajikan umat manusia. Umat manusia yang membangun masyarakat akan menjadi harmonis dengan adanya ruang publik untuk dialog agama dan dari sini akan tercipta eksistensi beragama dalam kehidupan bermasyarakat.

Kiranya sangat penting bila kita memahami ajaran agama dengan baik agar tidak terjebak dalam tafsiran agama yang mengarah pada dehumanisasi. Dengan cara ini saya yakin dapat diwujudkan ruang publik dalam beragama dan eksistensi beragama akan tetap hidup di negeri ini. Saya meyakini bahwa pada dasarnya agama mengajarkan kebajikan, tinggal bagaimana kita memahami ajaran agama dengan metode humanisme (kemanusiaan). Dalam hal ini marilah kita membumikan ajaran agama dan menjadikan ajaran agama lebih memasyarakat.

Bila kita membahas humanisme agama, kita akan menghasilkan keselarasan tentang ajaran agama yang benar–benar membawa keharmonisan bagi kehidupan masyarakat. Keharmonisan itu akan menjadi kekuatan dalam persatuan dan kesatuan hidup sebagai makhluk sosial.  Selayaknya penafsiran akan keberagaman agama perlu dikaji secara lebih jauh lagi agar dapat memberikan sumbangan bagi refleksi religius yang humanis dan memasyarakat. Perlu keyakinan yang kuat dan kukuh untuk mewujudkan ini, terutama bagaimana mempertahankan humanisme beragama dan mengesampingkan egoisme beragama.

Dalam hal ini penafsiran agama secara sosiologis akan sangat membantu dalam merefleksikan agama yang penuh dengan pemaknaan manusiawi. Dari sini akan dihasilakan pemaknaan eksistensialisme beragama dan dialog keagamaan. Sehingga tidak ada tuduh menuduh dan saling menyalahkan antaragama. Sekiranya narasi ini akan membawa masyarakat ke arah pemaknaan agama yang humanis serta menghasilkan eksistensialisme dalam beragama tanpa adanya kekangan dalam beragama dan yang terpenting menghasilkan dialog dan saling menyapa antaragama.

Baca Juga  Corona dan Lelucon Kaum Kita

Hal ini saya kira perlu karena semua agama pada hakikatnya mengajarkan kebajikan dan dengan adanya pemaknaan secara humanis dan eksistensuialis akan membuka ruang–ruang dialog dalam beragama. Pemaknaan ini diharapkan akan memberikan kebaikan dalam kehidupan sosial. Bukankah agama ada untuk menghasilkan harmonisasi sosial dalam kehidupan masyarakat? Maka, dari sini diperlukan adanya ruang–ruang dialog terbuka agar menjadikan semua agama dapat saling menyapa dan saling akur dalam bingkai keberagaman.

Selayaknya narasi ini berguna sebagai pengigat atau imbauan untuk menjadikan agama sebagai kekuatan untuk menciptakan keharmonisan dan toleransi dalam masyarakat. Dengan cara ini agama benar–benar akan memperlihatkan eksistensi beragama antar pemeluk–pemeluknya serta akan membawa agama pada sebuah refleksi pada muara kemanusiaan. Inilah yang perlu dikaji lebih dalam lagi untuk menghasilkan pemaknaan agama yang benar–benar memanusiakan manusia. Tentunya ini akan tercapai bila ada negosiasi dan saling keterbukaan antarumat beragama yang beragam. Semoga masyarakat dapat bersatu dalam bingkai keberagaman, merdeka.


Editor : Amilia Buana Dewi Islamy

Ilustrator : M. Aidrus Asyabani

5 1 vote
Article Rating

Gratia Wing Artha

Mahasiswa Sosiologi Universitas Airlangga

Related Articles

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button