Apa Kabar Remaja Hari Ini ?

Orang bilang bahwa masa remaja adalah masa mencari jati diri. Namun benarkah jati diri ini dapat dicari? Bukankah jati diri terletak pada setiap diri dan berada pada diri sendiri? Lantas ke mana hendak mencari?
Adalah fenomena umum bila hari ini kita melihat remaja kita jago bergaya, kemudian pandai “haha hihi” dalam mengisi waktu luangnya, dan tak kalah penting rajin meningkatkan branding dirinya melalui postingan media sosial yang dimilikinya. Terkesan menyenangkan melihat seorang remaja yang dapat menuntaskan masa remajanya dengan sebaik-baiknya, yaitu menemukan jati dirinya dengan cara mengenali potensi diri kemudian berkesempatan untuk mengeksplorasi hal tersebut. Dengan kata lain ia dapat memahami dirinya dan mampu merencanakan fase hidup selanjutya dengan sebaik-baiknya. Dan sebaliknya, ada remaja yang tidak terkesan menyenangkan. Nyatanya hidup sering kali menyoal berpasangan dan keterbalikan. Ada bumi ada langit, ada baik ada buruk, pun demikian dengan hal ini, ada remaja yang terkesan tidak menyenangkan, dengan kata kasarnya “menyusahkan”, menyusahkan diri sendiri, membuat dada orang tua merasa sempit, dan membuat masyarakat berdecak menyesalkan.
Ada dua hal penting yang perlu kita bahas bersama yaitu tentang kenyataan manis bahwa hari ini masih ada remaja yang terkesan menyenangkan dan kenyataan pahitnya mereka remaja yang terkesan menyenangkan itu tidak banyak jumlahnya. Ini terbukti dari banyaknya pemberitaan bernada negatif atas predikat remaja yang lebih dominan dari pada kisah inspiratif yang bisa menjadi angin segar di teriknya zaman. Bukankah hari-hari ini kita dihebohkan dengan berita terkait banyaknya pengajuan dispensasi nikah? Dan secara gamblang disebutkan bahwa rata-rata dispensasi itu diajukan karena ‘kecelakaan’ atau biasa kita sebut married by accident.
Rupanya kita perlu data untuk sedikit menegaskan arah pembahasan kita. Di Kota Semarang tercatat hingga Juni 2020 sudah ada 99 pengajuan dispensasi (detik.com). Di Kabupaten Jepara tercatat hingga Juli 2020 sudah ada 236 pengajuan dispensasi dengan 52 persennya hamil di luar pernikahan (regional.kompas.com). Di Pati angka pengajuan dispensasi nikah mencapai dua kali lipat dan dijelaskan pulah bahwa 90 persen faktor penyebabnya karena calon mempelai perempuan hamil di luar nikah (tribunjateng.com). Di Denpasar periode januari hingga 23 Juli 2020 jumlah pengajuan dispensasi nikah jumlahnya meningkat dua kali lipat
(bali.tribunnews.com) memang benar bahwa dari semua berita yang dikutip menjelaskan bahwa peningkatan dispensasi nikah ada kaitannya dengan revisi undang-undang batas usia minimal nikah (UU No. 16 tahun 2019) yang meyebutkan bahwa batas usia minimalnya adalah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan, yang pada undang-undang sebelumnya (UU No. 1 tahun 1974) di mana batas usia laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Namun yang tidak bisa kita pungkiri adalah klarifikasi tentang banyaknya yang mengajukan dispensasi nikah akibat hamil di luar nikah. Miris sekali bukan? Belum lagi adanya peningkatan tren fogil atau foto bugil pada remaja (line.today). Ada-ada saja kelakuan remaja. Boleh saja kalau ingin mencari jati diri dengan mencoba banyak hal. Namun kiranya semua hal ada batasannya. Semuanya jelas baik dan buruknya. Bukan hanya karena rasa ingin, kemudian melakukannya sesuka hati tanpa adanya pemikiran dan pertimbangan sebelumnya.
Setiap orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk anaknya, meskipun predikat anak-anak sudah hilang karena bertambahnya usia sehingga predikatnya berubah menjadi remaja kemudian dewasa, status sebagai seorang anak tetaplah melekat. Sering kali terdengar dari mulut ‘orang tua’ yang menyebutkan pernyataan bernada khawatir tentang anak remaja mereka, terutama pada anak remaja perempuan.
Hal ini masih sangat mudah ditemui dengan adanya paradigma “anak perempuan tidak boleh pulang malam”. Satu hal yang jadi pertanyaan, mengapa hanya anak perempuan yang mendapat label demikian? Memang benar waktu malam bukanlah waktu yang tepat untuk aktivitas di luar rumah, apa lagi bila sekadar ‘main’ (tanpa tujuan yang jelas atau mendesak). Selalu saja menjadi topik yang debatable bila menyoal kasus pada remaja, dengan pertanyaan yang sering muncul yaitu “salah siapa?” Baik, pembahasan kita tidak akan jauh ke sana. Hanya saja rupanya kita perlu lebih peka terhadap fenomena sosial yang ada, tak terkecuali pada remaja. Kita sebagai orang tua, keluarga, saudara, tetangga, atau bahkan teman sebaya tentu perlu untuk saling menjaga dan saling mengawasi agar penyimpangan pada remaja dapat ditekan dan bersama-sama. Sekaligus membantu remaja dalam memenuhi tugas perkembangannya.
Sudah seharusnya remaja kita menjadi sosok yang bertakwa, sehat, mandiri, berencana, dan siap untuk menghadapi tantangan zaman. Remaja juga harus mau dan mampu untuk menjadi agen perdamaian dalam riuhnya peluang terjadinya konflik di segala sisi kehidupan. Mari, jadilah teladan baik untuk mereka, jadilah penasihat bijak untuk mereka dan jadilah teman terbaik untuk mereka. Bagaimana bisa indonesia menjadi bangsa yang disegani dalam kancah internasional bila remajanya masih berprinsip “muda foya-foya mati masuk surga”, tantangan zaman tidak sereceh itu. ☺
Tulisan ini dihadirkan dalam momentum peringatan hari remaja internasional (12 Agustus 2020) dan didedikasikan sebagai upaya penyadaran masyarakat sebagai salah satu pihak yang berperan untuk mengkawal terpenuhinya tugas perkembangan remaja yang merupakan generasi penerus bangsa.
Editor : Amilia Buana Dewi Islamy
Ilustrator : M. Aidrus Asya’bani