Citizen JournalistMatur Berita

Serunya Jadi Anak Pesantren

Sekolah di pesantren itu pengalamannya benar-benar tidak akan terlupakan seumur hidup. Mulai dari waktu-waktu bercanda bersama temen-temen, belajar dari subuh sampai malam, hingga pengalaman melanggar pelarutan dan kena hukuman bersama-sama.

Menuntut ilmu di pesantren identik dengan stigma sekolah yang kaku, banyak aturan, nggak seru dan membosankan. Akibatnya, tidak sedikit remaja yang menolak untuk melanjutkan sekolah jenjang SMA ke pesantren. Nggak sedikit juga yang beranggapan kalau sekolah di pesantren, mimpi untuk masuk perguruan tinggi negeri atau meraih prestasi akademik yang mentereng menjadi sulit untuk di gapai. Banyak pula yang berpikir, hidup di pesantren akan menjauhkan remaja dari masa-masa kehidupan yang seru. Padahal kenyataannya, stigma tersebut sama sekali keliru. Akademik dan agama bisa berjalan berdampingan dalam Pendidikan sekolah. Yuk simak kisah dari beberapa remaja yang menjalankan kehidupannya di pesantren dengan segudang prestasi dan cerita seru bersama kawan dan guru.

Bagi Neysa Amira, menjadi seorang santri adalah mimpinya sejak duduk di bangku SMP. Keinginan untuk menjadi santri muncul  setelah mendengar cerita salah satu teman dan saudaranya yang lebih dulu menuntut ilmu di pesantren. Maka ketika ia bisa menjadi santri di salah satu pesantren unggulan di kawasan Sukabumi, hatinya senang bukan main. Menurutnya, salah satu alasan utamanya untuk bersekolah di pesantren, selain ingin menimba ilmu agama, ia juga berharap bisa mewujudkan mimpinya untuk masuk ke perguruan tinggi negeri favoritnya. Siswa kelas 10 yang baru saja memenangkan medali silver (peringkat 20) dalam ajang lomba fisika tingkat nasional ini mengaku, dengan bersekolah di pesantren, membantunya untuk fokus untuk mengejar target dalam hidupnya. Baik itu target akademis maupun target hafalan alquran untuk mengejar sertifikasi tahfidz. “Sekolah di pesantren itu bisa bikin hidup kita berjalan seimbang antara akademik dan agama. Hal ini membuat saya makin percaya diri bisa menggapai mimpi-mimpi saya baik di dunia maupun di akhirat,” ujar Neysa yakin. “Apalagi pesantren tempat saya bersekolah ini, 94 persen lulusan-lulusannya berhasil diterima di perguruan tinggi negeri. Bismillah, semoga saya bisa mengikuti jejak kakak-kakak senior,” tambah Neysa.

Baca Juga  IPM Jateng Siapkan Trauma Healing dan Pendampingan terhadap Anak-anak Terdampak Kerusuhan Wadas

Para guru di pesantren yang sangat menjunjung tinggi kedisiplinan menurutnya menjadi salah satu kunci dari keberhasilan para santri di pesantren dalam mengejar target hidupnya. “Jadi hampir nggak ada tuh santri yang malas-malasan pas jam belajar-mengajar maupun diluar jam belajar mengajar, saat ada pelajaran tambahan,” ujar Neysa. Hal ini diakui oleh salah seorang guru di pesantren tempat Neysa menuntut ilmu. Menurut Bu Salsa, yang bertugas sebagai guru Bahasa Indonesia, kedisiplinan memang menjadi salah satu hal yang ditekankan bagi para santri, disamping juga kemandirian dan akhlak yang baik. “Di pesantren santri-santri mendapatkan pendidikan lebih karena mereka tidak hanya dibimbing secara intelektual tapi mendapatkan bimbingan yang intensif juga dalam hal spiritual dan emosional dari para guru. Jadi bekalnya nggak cuma ilmu dunia, tapi juga bekal ilmu akhirat, ” terang Ibu Salsa. Hal tersebut menjadikan para santri pesantren memiliki karakter yang berbeda dengan siswa/siswi sekolah umum. “Mulai dari kemandiriannya hingga keaktifannya dalam bertanya mungkin karena faktor hampir setiap hari selalu bertemu dengan ibu jadi akrab dan tidak ada rasa canggung,” ujar Ibu Salsa. Dengan hidup bersama 24 jam dalam satu atap yang sama, menurut Bu Salsa, juga bisa saling memberikan pengaruh baik satu sama lain dan mendorong semangat berkompetisi diantara santri satu dengan yang lainnya.

Jam belajar yang padat dan tugas-tugas yang jumlahnya cukup banyak pada akhirnya memang membuat para santri tidak punya terlalu banyak waktu untuk bersantai-santai. Belum lagi rangkaian kegiatan harian yang sudah dijadwalkan berlangsung sejak pukul setengah empat pagi hingga jam Sembilan malam. “Di pagi hari, sebelum jam 4 santri sudah mulai dibangunkan untuk shalat tahajud setelah itu lanjut tadarus atau tilawah qur’an sampai adzan subuh dikumandangkan. Setelah shalat subuh santri sudah harus segera bersiap mengikuti kelas dari jam tujuh pagi hingga jam 3 sore. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan terjadwal lainnya yang baru akan selesai di jam 9 malam,” jelas Nadya Amara, yang juga merupakan salah satu santri di Sukabumi. Sejumlah kegiatan ekstrakulikuler yang banyak disediakan oleh pesantren dan bisa diikuti oleh santri-santri menurut Neysa juga menjadi salah satu daya tarik sekolah pesantren. “Kegiatan ekstrakurikuler di pesantren itu biasanya jumlahnya lebih banyak dan beragam serta lebih seru disbanding sekolah non pesantren,” ujarnya. Kegiatan tersebut ia yakini bisa ngembangin minat dan bakat dari para santri. Hal ini pula yang menjadikan prestasi para santri menjadi sangat beragam, mulai dari prestasi akademi, hingga prestasi di bidang olahraga dan seni.

Namun ia juga mengakui, banyaknya peraturan yang ada di dalam lingkungan pesantren. “Peraturan di pesantren itu seakan tidak ada habisnya, mulai dari dresscode sampai larangan membawa barang-barang tertentu seperti majalah dan komik,” ujar Nadia. Biasanya peraturan-peraturan itu ditempel besar-besar di dinding, agar semua santri bisa membaca aturan-aturan tersebut dan tidak ada alasan bagi para santri untuk mengatakan belum tahu ada aturan itu ketika pada akhirnya ada yang harus terkena hukuman karena melakukan pelangaran aturan. Ketat banget ya guys. Tapi dengan menjalani semuanya itu bersama-sama dengan teman-teman lain, Nadia merasa aturan-aturan tersebut tidak terasa memberatkan. “Pokoknya, sekolah di pesantren itu pengalamannya benar-benar tidak akan terlupakan seumur hidup. Mulai dari waktu-waktu bercanda bersama temen-temen, belajar dari subuh sampai malam, hingga pengalaman melanggar peraturan dan kena hukuman bersama-sama. Kita tuh jadi kayak keluarga bersama teman-teman dan guru di pesantren” tutur Nadia. Ia meyakini dengan menjalani sekolah selama beberapa tahun di pesantren, selain mengasah kepribadiannya menjadi lebih dewasa, Ia juga bisa lebih memaknai kebersamaan bersama teman-teman dan guru karena semua warga pesantren sejatinya adalah keluarga. Setelah lulus, pesantren atau sekolah berasrama akan senantiasa menjadi bagian dari dirinya. “Setelah lulus sekalipun, tidak akan pernah terlupakan. akan selalu dinanti masa dimana bisa kembali. Ketika memikirkan teman-teman yang dulu, akan selalu ingin bersama-sama lagi,” ujarnya.

Baca Juga  Sukses Bangun Rumah dalam Waktu 1 Hari, Tim RR MDMC Terus Berusaha Mengurai Derita Sesama

Ilustrator : Sofyan Adi Nugroho

4 5 votes
Article Rating

khansa altaira

Santri berprestasi di NFBS Lembang, Bandung

Related Articles

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button