Mansour Fakih: Telaah Paradigma Analisis Gender dan Transformasi Sosial

Banyaknya pendekatan dan teori tentang permasalahan perempuan menyebabkan munculnya perbedaan dalam analisis dan pemahaman tentang penindasan dan eksploitasi terhadap kaum perempuan. Permasalahan perempuan pun terentang dalam spektrum yang luas, mulai dari benak setiap individu, tafsir agama, sampai institusi negara. Sehingga upaya penegakan keadilan gender dapat berarti juga sebagai upaya menggugat privilege yang dinikmati sebagian kelompok masyarakat, di antaranya adalah perempuan. Dengan demikian, gerakan transformasi gender tidak sekadar memperbaiki status perempuan yang indikatornya menggunakan norma laki-laki, melainkan memperjuangkan martabat dan kekuatan perempuan.
Manifestasi Gender pada Posisi Kaum Perempuan
Perbedaan gender melahirkan adanya ketidakadilan gender yang kemudian melahirkan sifat dan stereotip. Kemudian hal tersebut dianggap masyarakat sebagai ketentuan kodrat bahkan ketentuan Tuhan. Konstruksi atau rekayasa sosial ini mengakibatkan beberapa posisi perempuan, seperti:
- Subordinasi kaum perempuan di hadapan laki-laki,
- Marginalisasi perempuan,
- Pemberian label yang memojokkan kaum perempuan,
- Tenaga perempuan lebih banyak keluar dibanding laki-laki,
- Kekerasan dan penyiksaan, dan
- Citra posisi atau kodrat beredar di masyarakat tidak menguntungkan perempuan.
Pelanggengan subordinasi, stereotip, dan kekerasan terhadap kaum perempuan secara tidak sadar dilakukan oleh kultur patriarki. Namun, yang bisa disimpulkan dari penjabaran sebelumnya adalah perjuangan membela kaum perempuan tidak sama dengan perjuangan kaum perempuan melawan kaum laki-laki. Ini bukanlah perlawanan terhadap kaum laki-laki tetapi kepada struktur dan kultur ketidakadilan masyarakat yang sudah mendarah daging.
Beberapa agenda guna mengakhiri sistem yang tidak adil ini, antara lain adalah dengan melawan hegemoni yang merendahkan kaum perempuan dengan cara melakukan dekonstruksi ideologi. Selain itu dapat juga dengan melawan paradigma developmentalisme yang berasumsi bahwa keterbelakangan kaum perempuan disebabkan oleh kaum perempuan yang tidak berpartisipasi dalam pembangunan.
Ketidakadilan Gender Harus Dihentikan
Salah satu kesulitan dalam mewujudkan posisi perempuan yang setara dengan laki-laki adalah spektrum ketidakadilan yang amat luas, dari masing-masing kepala kita, hingga urusan negara. Pemecahan ketidakadilan ini tak bisa dilakukan sekaligus dan harus bertahap.
Pertama, haruslah dibuat dan dilaksanakan upaya yang bersifat jangka pendek untuk mengatasi marginalisasi kaum perempuan dengan program pengembangan kaum perempuan serta melibatkan perempuan dalam menjalankan kekuasaan di sektor publik. Dalam mengatasi subordinasi, perlu diupayakan pelaksanaan pendidikan dan pengaktifan organisasi perempuan. Untuk menghentikan masalah kekerasan, kaum perempuan sendiri harus dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang melakukan kekerasan harus berhenti karena bila tetap diam, mereka akan menganggap kaum perempuan diam-diam menyukai kekerasan tersebut. Kemudian, kaum perempuan juga harus dibekali teknik untuk menghentikan kekerasan tersebut, misalnya dengan cara menulis di buku harian atau media massa untuk bisa menjadi bukti jika suatu saat harus dibawa ke jalur hukum.
Rencana jangka panjang untuk persoalan ketidakadilan kaum perempuan adalah memperkokoh berbagai upaya jangka pendek tersebut dan melancarkan kampanye kesadaran kritis dan pendidikan umum kepada masyarakat untuk menghentikan ketidakadilan gender. Langkah pendukungnya ialah studi tentang berbagai bentuk ketidakadilan gender untuk kemudian dilakukan advokasi guna mengubah kebijakan, hukum, dan aturan pemerintah yang dinilai tidak adil atas perempuan.
Agenda Mendesak
Memperjuangkan keadilan gender merupakan tugas berat karena melibatkan manusia secara emosional, keyakinan, bahkan sampai pada urusan negara. Solusi tentang masalah gender dapat dilakukan melalui upaya jangka pendek dan jangka panjang.
Upaya jangka pendek difokuskan untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis ketidakadilan gender. Sementara itu, usaha jangka panjang untuk menemukan cara strategis dalam rangka memerangi ketidakadilan. Upaya jangka pendek dapat dilakukan melalui program-program aksi yang melibatkan perempuan agar mereka mampu membatasi masalahnya sendiri. Misalnya, dalam mengatasi marginalisasi perempuan.
Dan upaya jangka panjang dapat dilakukan melalui kampanye kesadaran kritis dan pendidikan umum masyarakat untuk menghentikan berbagai bentuk ketidakadilan gender. Upaya pendukungnya adalah melalui studi tentang berbagai ketidakadilan gender dan manifestasinya, baik di masyarakat, negara, maupun di dalam rumah tangga.
Gerakan Feminisme di Indonesia: Tantangan dan Strategi Mendatang
Secara sederhana, gerakan feminisme di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga dasawarsa. Dasawarsa pertama (tahun 1970-an) merupakan tahapan pelecehan. Selama tahun 1975—1985 hampir semua aktivis LSM menganggap masalah gender bukan masalah penting, bahkan banyak yang melakukan pelecehan. Periode dasawarsa kedua (1985—1995) merupakan dasawarsa pengenalan dan pemahaman dasar tentang apa yang dimaksud dengan analisis gender dan mengapa isu gender menjadi masalah pembangunan. Berbagai tantangan muncul dalam dasawarsa kedua, misalnya, tantangan dari pemikiran dan tafsiran keagamaan yang patriarkis. Sehubungan dengan pemikiran dan tafsiran keagamaan tersebut diperlukan berbagai kajian terhadap ajaran-ajaran agama yang bias gender. Tantangan pada tahap dasawarsa ketiga adalah tantangan gerakan kilas balik dari aktivis, baik laki-laki maupun perempuan. Artinya, masalah ketidakadilan gender telah mencapai puncak dinamikanya dan selanjutnya mulai dirasakan adanya persoalan yang ditimbulkan dan harus dihadapi.
Gerakan kaum perempuan adalah gerakan transformasi perempuan, yaitu suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antarsesama manusia yang secara fundamental baru, lebih baik, dan lebih adil. Dan gerakan transformasi gender lebih kepada gerakan pembebasan perempuan dan laki-laki dari sistem yang tidak adil. Sedangkan transformasi gender adalah upaya liberasi dari segala bentuk penindasan, baik secara struktural, personal, kelas, warna kulit, maupun ekonomi internasional. Gerakan feminis bukanlah gerakan yang semata-mata menyerang laki-laki, melainkan merupakan gerakan perlawanan terhadap sistem yang tidak adil, serta citra patriakal bahwa perempuan itu pasif, bergantung (tidak mandiri), dan inferior. Tujuannya tidak sekadar memperbaiki status perempuan dengan menggunakan ukuran indikator norma laki-laki, tetapi untuk meningkatkan martabat dan kekuatan perempuan.
Editor: Amilia Buana Dewi Islamy
Ilustrator : Muhammad Mirsad