Bergerak atau Tergantikan

Mahasiswa atau pelajar diberikan sebuah predikat sebagai kaum intelektual. Banyak dosen mengatakan bahwa mahasiswa identik dengan sekelompok orang yang menggebu - gebu dalam idealisme dan keingintahuannya.
Jika usul dan saran ditolak tanpa ada pertimbangan, maka hanya ada satu kata; LAWAN!
Wiji Tukul
Dulu mahasiswa merupakan tombak runcing atau tanda perlawanan sebuah ketidadilan negeri atau kesewenang-wenangan kekuasaan. Begitu kiranya konsep yang dikenal. Mahasiswa tempo dulu menggunakan siang dan malam untuk memikirkan bangsanya yang dilanda kalut. Idealismenya masih terjaga, pun belum ada juga segepok tawaran untuk membeli nuraninya.
kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda ada pada idealismenya.
Tan Malaka
Seperti kita ketahui bersama, kita memasuki zaman modern, zaman digital, zaman milenial, zaman 4.0, dan banyak sekali sebutan untuk zaman dimana kita lahir ini. Tapi entah mengapa belum terdengar ada yang menyebut kita lahir di “zaman terpelajar” seperti kata Pramoedya dalam bukunya Bumi Manusia. Pria kelahiran dari Blora yang hidupnya dihabiskan di penjara ini mengatakan bahwa, “seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi perbuatan”. Menarik memang, beliau yang tertuduh mengikuti aliran PKI dapat menulis sebuah novel yang luar biasa menggambarkan bagaimana menjadi terpelajar di tengah kesengsaraan dan penderitaan negerinya yang berada di bawah tangan imperalis dan kolonial.
Berkaitan dengan hal itu, kita patut terheran karena masih ada mahasiswa yang dibiayai oleh negara, menerima beasiswa, serta mendapat semua fasilitas negeri/swasta tetapi rasa kepeduliannya bagai dibui dan dikungkung. Seakan-akan tak pernah terjadi apa - apa. Itulah mengapa dalam tulisan ini kita mengangkat tema; Bergerak Atau Tergantikan.
Sudah sejak lama kita dininabobokkan oleh teknologi modern. Malas berfikir, malas berkreasi, dan malas untuk peduli. Pelajar atau mahasiswa seakan latah dengan mengikuti saja arus zaman yang ada. Bahkan bisa dibilang mati, tenggelam, dan terperosok ke dasar jurang -meski masih ada yang memiliki kesadaran.
Zaman 4.0 ini mahasiswa dan pelajar perlu melakukan introspeksi: sudah sejauh mana peran dalam mengabdi pada masyarakat yang butuh bantuan ilmu pengetahuan? Sudah sejauh apa diri berperan dalam kontribusi menciptakan kekondusifan? Mahasiswa pun seharusnya menjadi sosok pelopor di zaman baru ini. Tidak malah latah dan menelan semuanya dengan mentah - mentah.
Pada zaman digital -kini lebih dikenal dengan sebutan zaman milenial- kita perlu bertanya pada diri sendiri: jangan - jangan kita sendiri tidak paham dengan maksud milenial, definisinya dan tujuan hal itu diciptakan? Jangan - jangan kita hanya tau pada instastory kita hari ini yang diunggah atau diekspos harus memukau?
Inilah, gerakan kritis transformatif dan pelajar berjiwa filantropi sulit ditemui walaupun bukan berarti tidak ada. Bahkan mungkin hal yang tadi dicirikan adalah diri kita sendiri yang ironinya kadang mengaku sebagai kaum intelektual. Mungkin ini yang disebut dengan; pelajar terninabobokkan dalam dekapan zaman.
Indonesia terus bergerak pasti menuju bonus demografi. Jumlah masyarakat usia produktif akan menjadi dua kali lipat dibanding dengan masyarakat usia non-produktif. Dari 53,8% pemuda di Indonesia masih berusia di bawah 30 tahun, dalam statistik sensus tahun 2017 menjelaskan bahwa 71,2% kelompok usia pelajar tingkat SMA (16-18 tahun) mendapatkan layanan pendidikan yang baik. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebagian besar generasi muda telah mendapat haknya untuk menempuh pendidikan formal.
Kemudian ditambah dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menjelaskan bahwa penggunaan internet sekarang menunjukkan hampir semua orang dapat menikmati akses informasi yang mudah.
Itu menjadi gambaran kasar mengenai siapa SAYA di masa mendatang? Hal tersebut juga memunculkan gambaran tentang peranan saya di era membludaknya konsepsi - konsepsi banyak manusia. Selain itu paradigma apa yang perlu dibangun agar etos berkarya dan berperan sebagai hamba Tuhan dan manusia sosial dapat terpenuhi juga harus dipikirkan.
Pertanyaan selanjutnya adalah akan bergerak dan berkarya kearah mana seseorang yang telah lulus sebagai sarjana? Allah yang menciptakan hamba-Nya pun melihat bagaimana seorang dapat menjadi terpelajar (dunia wal akhirat) dan berproses agar tidak tergantikan. Ciptakan sejarah hari ini, agar besok dapat terkenang.
Hamka bilang, kalua hidup sekedar hidup babi dihutan juga hidup. Kan, begitu? Bergeraklah. Agar sejarah tidak menganggapmu babi dikemudian hari.
Editor : Amilia Buana Dewi Islamy
Ilustrator : M. Aidrus A.