Perempuan dan Bisnis Kecantikan

Telah lama saya menyoroti tajam tentang perempuan yang diberbudak oleh komersialisasi kecantikan. Standar kecantikan diberikan oleh mereka pemangku kepentingan dan pengeruk modal besar. Saya yakin, banyak para perempuan yang tidak sadar akan hal ini atau bahkan justru menolak anggapan saya. Tak menjadi soal, sebab setiap orang pula punya pengetahuannya sendiri. Punya landasan berfikirnya sendiri. Pernah saya menemukan sebuah bacaan yang membuat saya bergidik,
” jika kamu tampan atau cantik maka setengah kesusahanmu akan hilang.”
Ini adalah sebuah anekdot yang tidak adil. Definisi cantik yang para pria gemborkan tentang kerelatifan, maka itu semua dusta! tetap saja setengah dari masyarakat kita adalah mereka yang memuja rupa. Tak ada yang benar-benar membiarkan diri kita buruk.
Bisnis pun dijalankan di semua lini, termasuk bisnis wajah para perempun. Standar yang dibuat oleh segelintir orang bahwa cantik itu putih, mulus, tak bernoda, simetris, dan lembut. Setiap perempuan diberi narasi demikian, sampai yang tidak memiliki kecantikan yang disebutkan menjadi berbondong-bondong mencari jalan keluar atas masalahnya. Masalah terbesarnya sebenarnya adalah keinginan yang di setir oleh orang lain. Hanya demi terlihat putih, rela mengeluarkan banyak cara untuk terlihat cantik menurut standar mereka. Hanya ingin terlihat glowing di depan kamera mereka lebih rutin memakai produk kecantikan daripada menjadi apa adanya.
Muncullah, disana kelompok yang saya sebut Kelompok Pecandu, pecandu ini menggunakan dalih untuk merawat dirinya sendiri. Menjaga kesehatan kulit dan sebagainya. Justru landasan ia memakainnya sama seperti slogan produk yang ia gunakan.
Ribuan orang akhirnya memproduksi cream kecantikan. Saya sendiri merasa tersiksa, kecantikan kita diatur oleh penggunaan bahan kimia yang sehari bisa dipakai tiga kali dan seterusnya. Dunia bisnis tentu tertawa dan panen besar-besaran. Perempuan adalah alat yang mudah untuk menghasilkan benefit yang tinggi. Saya sepakat dengan Nawa El Sadaawi beliau berkata bahwa dirinya menolak make up, highheels dan seperangkat alat yang melekat pada perempuan yang membuat stigma perempuan itu cantik.
Saya juga menolak, anggapan perempuan berdandan tidak untuk siapapun. Mereka para perempuan berdandan tentu untuk seseorang. Paling tidak untuk dirinya sendiri. Lantas apa bedanya? Untuk menunjukan dirinya tetap cantik seperti mereka di luar sana, sama saja.
Sekali lagi, kecantikan yang purna adalah kecantikan yang dia sendiri tidak paham bagaimana cantik itu. Ketampanan yang purna adalah ketampanan yang bukan berasal dari rupa. Rupa adalah bentuk anugerah yang tak bisa kita ambil sebagai standar global.
Para pria juga begitu, tidak perlu memandang wanitanya dengan mata liar, mata yang tak pernah kenyang dengan apa yang sudah ia lihat. Selalu terbawa stigma kecantikan orang lain. Hargai perempuanmu yang cantik sempurna, bila kamu mampu menundukkan dirimu dari segala wajah yang dapat membuatmu terpesona, kamu akan mendapat hadiah kecantikan yang sesungguhnya dari perempuan.
Soal bisnis, kita diajarkan menjadi pelaku bisnis bukan konsumen atau user. Namun, dimanapun posisi kita saaat ini. Menjadi manusia yang manusia adalah kunci dari semuanya. Jangan demi kecantikan kita rela membuat terluka kulit kita yang tentu sudah diberi Tuhan lapisan yang terbaik.
Allah Subhanahu Wataala berfirman dalam QS At-Tin (95) : 4
“……Sungguh,Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya…….”
Semoga kita semua dilimpahi rasa syukur yang luas, menjadikan apa-apa yang telah Allah beri sebagai bentuk titipan, sekedar titipan yang harus dijaga dan dirawat. Bukan dimanjakan, bukan dibuat menderita apalagi dibuat seolah-olah kita tak mau bersyukur. Allahu musta’an
Editor : Isnaini Sofiana
Ilustrator : M.Aidrus Asya’bani
mantap, bersyukur dan menjaga apa yang sudah dianugrahi tuhan:)