EsaiMatur Opini

Dinamika Sampah Kertas di Indonesia

Kertas adalah media utama yang digunakan dalam menulis. Maka dari itu, kertas sangat mudah ditemukan dan menjadi sebab konsumsi yang tinggi di berbagai sektor antara lain: pendidikan, bisnis dan perbankan. Sangat familiar, penggunaan kertas untuk mencetak struk belanja apalagi yang sering menarik uang melalui ATM.  Semua menggunakan struk dengan kertas meskipun sudah banyak yang berbentuk digital.

Disektor pendidikan, para siswa dan mahasiswa sangat akrab dengan penggunaan kertas. Bahkan, dapat dianalogikan amunisi perang ke dua pelajar setelah pena adalah kertas, mereka adalah bentuk kesatuan. Dimasa pandemic, metode pembalajaran daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak mampu menjadi solusi limbah kertas. Pelajar masih dituntut untuk mengumpulkan hardcopy tugas. Mahasiswa yang tengah menyelesaikan study pun menggunakan kertas untuk mencetak tugas akhir dan atau skripsi.

Melihat polemik yang ada, membuat Indonesia menjadi ladang sampah kertas yang cukup besar. (Okenews.com) menyebutkan “Dalam Satu Jam, Indonesia Memproduksi 7.300 Ton Sampah”.  9% adalah sampah kertas, dengan jumlah yang begitu banyak masyarakat Indonesia masih belum teredukasi tentang bagaimana pengelolaan atau mendaur ulang sampah kertas.

Belum selesai dengan sampah sendiri, Indonesia menjadikan impor sampah kertas sebagai gaya baru dan menjadi salah satu negara di asia yang menerima sampah kiriman dari  Kepulauan Marshall. Jadi, Kepulauan Marshall terletak di antara Hawaii dan Australia. Negara yang dipimpin oleh David Kabua ini  menyumbang 35,1 juta US Dollar impor sampah plastik dan kertas ke Indonesia dalam bentuk Dollar pada tahun 2018, (sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri , BPS.) Yang dibutuhkan sekarang ini adalah spirit masyarakat dalam melindungi lingkungan agar tidak tercemar. Indonesia belum bisa mandiri dalam pengelolaan sampah, terutama masalah sampah. Apalagi membahas sampah secara umum atau limbah produksi. Sangat disayangkan, jika Indonesia yang dikenal dengan alamnya yang indah melalui Bali. Akan tetapi, rusak dengan gaya tren baru yang justru akan membuat kita semakin pusing dan khawatir.

Baca Juga  Kesadaran Hak Antar Manusia Atas Alam

Pemerintah dan masyarakat dalam hal ini mestinya mampu berkolaborasi untuk penanggulangan sampah kertas. Bukan malah saling mengharapkan solusi dan gerakan. Sementara sudah jelas di perundang-undangan negara kita Undang-Undang 18/2009 tentang pengolahan sampah dan Peraturan Menteri Perdagangan 31/2016 tentang ketentuan impor limbah non-bahan berbahaya dan beracun.

Nampak tidak konsisten antara aturan yang ada dengan praktik lapangan yang di temui. Dilain sisi, Cina adalah negara yang konsisten menutup eksport sampah kertas sejak tahun 2018. Masyarakat buta informasi penggunaan limbah kertas. Yang di tahunya adalah menimbang kertas untuk mendapatkan rupiah.

Padahal kertas dengan sentuhan keterampilan akan membuat kita mendapatkan dua hal, selain rupiah kita juga mampu memperindah bentukan kertas yang awalnya tipis saja , dapat berubah menjadi tas , topeng, miniature rumah-rumahan. Menghemat dan mendaur ulang sampah sama saja menyelamatkan 17 batang pohon.

Jangan sampai kita bangga kehilangan hutan di setiap tahunnya, julukan “Indonesia Paru-Paru Bumi” perlahan akan sirna bersamaan dengan hilangnya hutan. Mari memulai dengan diri sendiri dengan menghemat penggunaan kertas dan mengolah sampah kertas kita agar menjadi barang yang mempunyai nilai guna. Diawali dengan kemauan dan belajar terus mengasah keterampilan. Jangan pernah menunggu perubahan kalau perubahan itu bisa berawal dari kita sendiri. Jangan lelah menjadi beda karna perbedaan melahirkan perubahan . Asri alamku jayalah Indonesiaku.

Editor : Isnaini Sofiana

Ilustrator : M. Aidrus Asyabani

4.9 8 votes
Article Rating

Related Articles

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button