Tausiyah

Hak-hak Tetangga dan Berwasiat Denganya dalam Prespektif Hadits Riyadus Sholihin serta Relevansinya dalam Kehidupan Sehari-hari

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Tak ayal jika setiap harinya manusia berinteraksi satu sama lain antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Baik dalam hal komunikasi, berkerja sama, tukar pikiran dan lain sebagainya. Contoh kecil interaksi yang dapat kita temui dalam keseharian kita misalnya, berinteraksi dengan tetangga. Tetangga termasuk orang yang sering berinteraksi dengan kita selain keluarga kita sendiri.

Tetangga bisa dikatakan sebagai keluarga kedua. Karena, misalnya saja ketika kita ingin berpergian jauh, tetangga adalah orang yang bisa kita percaya untuk menjaga rumah kita. Saat kita mengadakan hajatan, pasti tetangga membantu bahkan tanpa diminta layaknya keluarga sendiri. Terkadang orang yang kita percayai selain keluarga kita yaitu tetangga.

Lantas apakah Islam memberi perhatian terhadap hak-hak tetangga dan kehidupan bertetangga? Jawabanya adalah ‘iya‘. Islam memberi perhatian penuh terhadap tetangga. Dalam kitab Riyadus Sholihin karya Imam Nawawi terdapat 9 hadits yang membahas tentang hak-hak tetangga. Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya agama Islam adalah agama yang mencintai kedamaian, karena dengan mengatur kehidupan bertetangga dan hak-hak tetangga, niscaya tercipta kehidupan yang damai, aman dan tenteram. Hal tersebut bisa terwujud selama hak-hak tetangga serta kewajiban terhadap tetangga dilaksanakan dengan baik.

Dalam artikel ini akan dijelaskan bagaimana prespektif Hadits Riyadus Sholihin terhadap hak tetangga dan bagaimana hadits-hadits tersebut di relevansikan dalam kehidupam sehari-hari. Ada tiga contoh hadits yang sangat berkaitan dengan kehidupan bertetangga. Berikut hadits serta penjelasanya:

Hadits 306

وعنه قال : قال رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « يَا نِسَاءَ المُسلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جارَةٌ لجارتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ » متفقٌ عليه

Baca Juga  Jangan Biarkan Berlalu

Artinya:

Dari Abu Hurairah radhiyallau anhu pula, katanya: “Rasulullah SAW bersabda: “Hai Wanita-wanita muslimat, janganlah seorang teteangga itu menghinakan kepada tetangganya yang lain, sekalipun yang dihadiahkan itu berupa kaki kambing.” (Muttafaq Alaih)

Penjelasan Hadits: Jangan kalian meremehkan tetangga walaupun mereka sodaqoh hanya dengan kikil kambing. Dulu di Arab bagian kikil kambing dan kepala kambing tidak dimakan, karena mereka hanya makan dagingnya saja. Para perempuan hendaknya saling memberi sekalipun itu kikil yang dagingnya hanya sedikit. Rasulullah SAW mengingatkan untuk saling berbagi.

Jika hadits diatas direlevansikan di zaman sekarang, semisal seorang tetangga memberikan usus ayam. Jika kita lihat dari segi materi tentunya tidak seberapa dibanding dengan daging ayam. Namun, sekecil apapun pemberian jangan pernah menghina, Jangan pernah meremehkan sedekah. Karena kewajiban kita adalah menghargai mereka yang sudah mau berbagi.

Hadits ke-308 dan 309. Memberi peringatan agar menggunakan mulut dengan sebaik-baiknya dalam berinteraksi dengan tetangga.

Hadits 308.

وعنه أَن رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، فَلا يُؤْذِ جَارَهُ ، وَمَنْ كَان يُؤْمِنُ بِاللَّهِ والْيَوْمِ الآخرِ ، فَلْيكرِمْ ضَيْفهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمنُ بِاللَّهِ وَالْيومِ الآخِرِ ، فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَسْكُتْ » متفقٌ عليه

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu pula bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya -baik dengan kata-kata atau perbuatan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau -kalau tidak dapat berkata baik- maka hendaklah berdiam saja yakni jangan malahan berkata yang tidak baik.” (Muttafaq ‘alaih)

Baca Juga  Seberapa Pentingkah Memuliakan Tetangga?

Hadits 309

وعن أبي شُريْح الخُزاعيِّ رضي اللَّه عنه أَن النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : «مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللَّهِ والْيوْمِ الآخِرِ ، فَلْيُحسِنْ إلِى جارِهِ ، ومنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ واليومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفهُ، ومنْ كانَ يؤمنُ باللَّهِ واليومِ الآخرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيسْكُتْ » رواه مسلم بهذا اللفظ، وروى البخاري بعضه .

Artinya:

Dari Abu Syuraih al-Khuza’i radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berbuat baik kepada tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau hendaklah berdiam saja.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafaz seperti di atas ini dan Imam Bukhari meriwayatkan sebagiannya.

Penjelasan: Kedua hadits di atas menjelaskan bila, seseorang dikatakan sempurna imannya adalah orang yang  bagus akhlaknya. Di antara akhlak yang bagus adalah jangan menyakiti tetangga. Rasulullah mengingatkan dalam haram hukumnya menyakiti tetangga, menyakiti tetangga itu termasuk tidak menunjukkan kesempurnaan iman. Kedua mengajarkan untuk menghormati tamu, siapapun kaya atau miskin. Ketiga jangan mengeluarkan perkataan yang jelek, hendaknya kita berbicara yang baik-baik. Jangan menggunjing, menghina, mem-bully.

Dua hadits diatas memerintahkan kita untuk menggunakan mulut dengan baik. Kalau perkataan yang keluar dari mulut bisa menyakiti ataupun omong kosong, maka lebih baik diam. Untuk bisa berbicara manusia diperlukan waktu selama dua tahun, tetapi untuk bisa diam manusia perlu waktu seumur hidup, karena lebih sulit belajar diam. Diam itu berat. Maka dari itu, Nabi mengajarkan pada para Umatnya, kalau tidak  penting lebih baik diam daripada yang keluar itu omong kosong. Nabi menunjukkan efek dari iman, orang itu punya iman harus ada buktinya, makanya nabi menggandengkannya dengan iman, iman itu ada buahnya, buktinya apa? Bukti dari iman itu adalah berbuat baik dengan tetangga, menghormati tamu, dan tidak banyak biacara. Ini salah satu indikator bahwa orang itu sempurna imannya.

Baca Juga  Menjadikan Ramadan Sebagai Wahana Evaluasi Diri

Dari hadits-hadits yang telah dipaparkan di atas bahwa sejak zaman dahulu Islam sudah mengatur bagaimana cara berinteraksi dengan tetangga, hal ini pun sudah dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Sebagai umat islam yang baik sudah sepatutnya kita melakukan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam memenuhi hak-hak tetangga.  Dengan melakukan hal itu diharapkan kita mendapatkan Syafa’at nya di hari akhir kelak. Aamiin.

Wallahu a’lam.


Sumber:

Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilali. 2005. Bahjatun Naazhiriin Syarh Riyaadhish Shaalihin. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

https://www.youtube.com/watch?v=vgHGQyTJSgU diakses pada tanggal 24 Desember 2021 


Editor : Nagita Histimuna Aisyah

Ilustrator : Sofyan Adi Nugroho

5 1 vote
Article Rating

Husnadita Alfauz

MAHASISWI IIQ AN-NUR YOGYAKARTA

Related Articles

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button