EsaiMatur Opini

Perempuan, Patriarki, dan Kesetaraan Gender

Diskursus mengenai perempuan, masyarakat patriarki, dan kesetaraan gender terus berkembang, tidak terbatas pada ruang akademik saja. Ia turut meluas ke tengah masyarakat. Kriteria dan normalisasi terkait standar bagaimana semestinya perempuan itu dikatakan baik dan ideal acapkali berlawanan. Perempuan harusnya berlaku demikian, dilarang begini, dilarang begitu, dan masih banyak aturan yang mengikat dan membuat perempuan terkungkung. Perempuan berdaya dan mencoba bekerja, dipandang sebelah mata juga menyalahi kodrat yang seharusnya diam di rumah tak banyak bertingkah.

Perempuan yang masih terikat dengan tradisi yang membelenggu ruang geraknya sudah semestinya dilepaskan. Membangun kesadaran terhadap diri setiap perempuan untuk merasa bahwa dirinya mampu, berdaya, dan berkarya sebagai wujud ekspresi dirinya perlu ditegakkan. Ruang gerak perempuan bukan hanya sebatas ranah domestik saja, tapi perlu merambah lebih dari itu. Untuk dirinya dan kemaslahatan jiwanya. Dalam jiwa perempuan selalu ada keberanian untuk mendobrak segala ketakutan yang mengikatnya. Terkadang memang tanpa disadari ketakutan itu muncul akibat desakan yang terus menyeruak dalam diri akibat tuntutan yang harus diperbuat dan tekanan yang dirasakan.

Menjadi perempuan yang berdaya bukanlah menyalahi kodrat ataupun ingin menyaingi sesamanya atau kaum adam. Yang perlu digaris bawahi, bahwa dengan bersinergi bersama mampu menciptakan kehidupan yang lebih menentramkan. Membentuk kesalingan yang menguatkan sehingga mewujudkan tiap individu menjadi lebih baik, semakin maju, dan tak tergerus oleh keadaan zaman yang kian berubah. Perempuan dan laki-laki mampu untuk bekerja sama, saling menguatkan, dan saling mendukung mampu menciptakan tatanan hidup yang lebih harmonis dan meminimalisir adanya kesenjangan dan kekerasan yang akan terjadi kedepannya. Bukankah relasi gender akan lebih egaliter (bersifat sama atau sederajat) jika demikian?

Baca Juga  Hari Santri

Kenyataannya tentu tak mudah. Namun, bukan berarti mustahil dan tak layak dicoba. Demi hidup yang lebih bermakna dengan saling memberi cinta kasih yang dimiliki, mengapa tidak? Toh adanya penciptaan antara laki-laki dan perempuan adalah untuk saling melengkapi. Melengkapi segala kekurangan dan kelebihan diri, sebab Tuhan menciptakan lelaki dan perempuan dengan hak dan kewajiban yang seimbang walau tidak sama.

Masyarakat patriarki yang masih membelenggu perempuan, membatasi ruanggerak perempuan dan mendiskreditkan pihak perempuan sudah barang tentu harus segera diatasi mengingat peran dan kontribusi perempuan juga penting.

Berbicara tentang patriarki adalah tentang sebuah aturan yang mengikuti tradisi kebapakan, adanya pandangan paternalis, dan keberadaan laki-laki yang lebih dominan yang menentukan tercapainya struktur fungsionalisme dalam sebuah keluarga. Dalam masyarakat patriarki posisi perempuan adalah di bawah laki-laki dalam segala hal. Seolah tak mendapat tempat untuk bertengger setara dengan kaum adam.Manusia yang utuh seakan hanya kaum adam, sementara perempuan hanya di pojok sebagai yang lain

Mengenai kesetaraan gender yang kian hari kian menggaung dalam ramai dan peliknya persoalan di negeri ini. Antara laki-laki dan perempuan selain bersama membangun relasi yang sehat dan setara, juga mampu menjamin terpenuhinya hak yang tidak memandang jenis kelamin. Sebab ketika kita membicarakan genderialah bukan kodrati yang berasal dari Tuhan melainkan terbentuk atas dasar dari konstruksi budaya masyarakat. Sehingga terciptalah peran sosial yang mengemban pada laki-laki dan perempuan sebagai dua individu yang selalu bersama. Adanya kesetaraan dan keadilan gender diharapkan mampu berbagi tugas dan peran sosial yang selama ini mengikat erat dan menyekat sebagai pembatas jelas keduanya

Setara dalam berbagai hal yang mampu diemban bersama. Menunjukkan sikap “saling” dan mengayomi tidaklah merugikan salah satu pihak. Melainkan mampu menciptakan sinergi yang baru yang bersinar dan menuntun setiap individu untuk saling merangkul membahu bersama mewujudkan kehidupan yang layak dan ramah. Sehingga bisa meminimalisir terjadinya bias gender dalam kehidupan. Membantu kaum hawa untuk mendapatkan ruang dan tempat untuk berekspresi bukan suatu keniscayaan yang mustahil bila dari pihak laki-laki mau bekerja sama dan tidak merasa selalu superior diatas segalanya.

Baca Juga  Pemberdayaan Dhuafa dari Teologi Surat Al-Ma’un

Kaum hawa memang rentan dan banyak yang mengalami keadaan bias gender yang terjadi dalam keseharian. Kesetaraan gender yang riuh terdengar terkadang hanya mampu bertengger dalam sebatas angan sebab kungkungan yang dirasa perempuan membuatnya lelah bahkan tak jarang menyerah. Ketika perempuan mengalami kasus pelecehan dan berusaha menyuarakan untuk memperoleh hak. Hak mendapat perlindungan dan keadilan tak ayal disudutkan dengan menyalahkan korban. Ini yang menjadi penghambat dan guncangan yang besar bila tak segera diluruskan. Sebelum pada akhirnya menyalahkan, cobalah untuk menyiapkan telinga mendengar rintihan dan rasa yang tak karuan mencoba untuk diungkapkan dengan segala kekuatan diri berharap dimengerti bukan dihakimi.

Menyikapi bias gender, membutuhkan tuntutan kesadaran antara laki-laki dan perempuan dengan mendapat respon yang adil, proporsional, dan juga netral. Menghapus segala bentuk ketimpangan yang terjadi dan mencoba memperbaiki segala bentuk budaya yang mengikat, membelenggu dan membatasi ruang gerak untuk berekspresi dan berkarya serta berdaya. Pentingnya menyikapi isu kesetaraan gender ini adalah mengingatkan bahwasanya sebagai bentuk kepedulian terhadap berbagai aktivitas hidup yang mendukung terciptanya masyarakat yang salingmelindungi, yang tidak hanya mementingkan beberapa golongan dan menganggap rendah golongan lain. Kini, saatnya bergerak, berdaya saing secara sehat untuk kemaslahatan bersama.

Kesetaraan gender yang memperjuangkan hak-hak keadilan bagi sesama manusia yang memandang dirinya berharga, yang menghormati hak orang lain tidak menyakiti. Saling bergandeng tangan menciptakan lingkaran yang positif dan mendukung, akan menindak tegas segala bentuk ketidakadilan yang dirasakan. Yang menyalahi yang merendahkan yang melecehkan harus mampu dihilangkan. Pentingnya edukasi gender sejak dini perlu ditanamkan ke anak-anak sebab pada masa mereka semua pengetahuan dan wawasan masuk dan meresap di hatinya, berani mengungkapkan isi hati yang dirasa, mencoba menerima keadaan dan kondisi. Menyayangi diri seutuhnya, dengan begitu lebih mudah untuk menghormati orang lain. Laki-laki dan perempuan tercipta bukan untuk saling menunjukkan siapa yang terhebat, siapa yang terkuat, dan siapa yang paling unggul. Tetapi mereka tercipta atas dasar saling melengkapi dan membutuhkan, menjadi pegangan dan sandaran menghadapi dunia dengan perasaan yang seutuhnya yang tidak mengelak yang tidak menolak, yang ada dan hadir untuk berjuang bersama. Menciptakan ruang yang aman dan ramah, menjadi rumah menjadi tuan dan puan yang dilindungi. Sehingga tercipta masyarakat yang lebih rasional, yang terus mendukung pemberdayaan yang tidak memandang jenis kelamin. Yang mampu menerima dengan utuh.

Baca Juga  DAD Asy-syifa UNIMUS: Menjawab Tantangan Perkaderan di Tengah Pandemi

Editor : Marham Sari Zainuddin

Ilustrator : Sofyan Adi Nugroho

5 4 votes
Article Rating

Fita Oktavia

Mahasiswi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Peradaban Bumiayu Public relation of Kupu Kuperempuan

Related Articles

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Back to top button